Makalah Agama Islam
Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi?
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa
barakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat,karunia serta taufik dan
hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah tentang “BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI
TANTANGAN MODERNISASI?”.
Harapan kami, makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kepada pembaca dan yang terpenting yaitu kepada Kami sendiri mengenai
“BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI”. Kami juga menyadari bahwa
makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna.Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi
perbaikanmakalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpasaran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami oleh siapapun yang membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan
mohon kritikan dan sarannya yang membangun.
Makassar,
16 November 2020
Kelompok
8
Daftar
Isi
I.
PENDAHULUAN
1. Halaman
Judul / Sampul ........................................................................... i
2. Kata
Pengantar ........................................................................................ ii
3. Daftar
Isi ................................................................................................. iii
II. BAB
I
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1.Latar
Belakang ......................................................................................... 1
1.2.Rumusan
Masalah .................................................................................... 2
1.3.Tujuan
...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
2.1. Konsep
Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan Penddikan 3
2.2. Perspektif Islam........................................................................................ 6
2.3. Sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofi
tentang Konsep Islam ........... 7
2.4. Kompatibel
Islam dan Tantangan Modernisasi........................................ 7
2.5.
Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam pada Globalisasi 8
BAB III PENUTUP..................................................................................... 10
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 10
3.2. Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam
pandangan Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sangat urgen bagi
kehidupan umat manusia. Tanpa menguasai Iptek manusia akan tetap dalam lumpur
kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadap Iptek
dapat mengubah eksistensi manusia dari yang semula manusia sebagai „abdullah
saja menjadi khalīfatullāh. Oleh karena itu, Islam menetapkan bahwa hukum
mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi adalah wajib. Anda sudah mengalami
sendiri betapa besar manfaat Iptek bagi kehidupan Anda sebagai mahasiswa. Tanpa
menguasai Iptek, umat manusia akan mengalami banyak hambatan dan kesulitan
dalam menjalani kehidupan di jagat ini.
Pada
zaman modern, seperti sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justru
diukur dari penguasaan bangsa itu terhadap Iptek. Jika suatu bangsa itu mampu
menguasai IPTEK, maka bangsa tersebut dikategorikansebagai
bangsa yang maju, Sebaliknya, jika suatu bangsa itu tertinggal dalam penguasaan
Iptek, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau biasa
disebut bangsa tertinggal atau disebut bangsa berkembang. Supaya bangsa
Indonesia masuk ke dalam kelompok bangsa yang maju, maka Anda sebagai mahasiswa
wajib berusaha sekuat tenaga untuk menguasai Iptek dan mengejawantahkan Iptek
untuk kemaslahatan umat manusia.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana memahami Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi,
Politik, Sosial-Budaya dan Penddikan?
2.
Mengapa diperlukan perspektif Islam dalam mplementasi
Iptek, Ekonomi, Politik, Sosial- Budaya dan Pendidikan?
3.
Bagimana sumber
Historis, Sosiologis, dan Filosofi tentang onsep Islam mengenai Iptek, Politik,
Sosial-budaya, dan Pendidikan
4.
Bagaimana membangun
Argumen tentang Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi
5.
Bagaimana mendeskripsikan
Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan
Modernisasi
1.3. Tujuan
1.
Memahami Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik,
Sosial-Budaya dan Penddikan
2.
Mengetahui perspektif Islam dalam mplementasi Iptek,
Ekonomi, Politik, Sosial- Budaya dan Pendidikan
3.
Mengetahui sumber
Historis, Sosiologis, dan Filosofi tentang onsep Islam mengenai Iptek, Politik,
Sosial-budaya, dan Pendidikan
4.
Mengetahui Kompatibel
Islam dan Tantangan Modernisasi
5.
Mengetahuo Esensi dan
Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik,
Sosial-Budaya dan Penddikan
1. Konsep Islam dalam IPTEK
Kata ilmu diambil dari bahasa Arab
„alima-ya‟lamu-„ilman artinya “mengetahui, pengetahuan‟. Secara etimologis
„ilmun artinya “jelas, terang, baik proses perolehannya maupun objek
kajiannya”. Kata „ilmun dalam Al- Quran diungkap sebanyak 854 kali. Kata ini
digunakan untuk mengetahui objek pengetahuan dan proses untuk mendapatkannya
sehingga diperoleh suatu kejelasan. Pengetahuan (knowledge) diperoleh manusia
dengan cara memberdayakan pancaindra terhadap segala objek
Dengan demikian, pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra dan hati (al-qalb).
Adapun ilmu dalam arti sains (science) atau ilmu pengetahuan atau disebut juga
pengetahuan ilmiah (al-„ilmu wa al-ma‟rifah) adalah suatu sistem pengetahuan
menyangkut suatu bidang pengalaman tertentu dan disusun sedemikian rupa dengan
metodologi tertentu (ilmiah) sehingga menjadi satu kesatuan (sistem).
Masing-masing sistem diperoleh sebagai hasil penyelidikan dan pengkajian yang
dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu (metode
ilmiah).
Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dan disiplin ilmu
lainnya. Semua disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi Allah.
Demikian juga, mulialah orang yang mempelajari, menguasai, dan mengembangkannya.
Orang yang menguasai disiplin ilmu disebut „ālim
(jamak: „ulamā`). Allah
menyatakan dalam firman–Nya bahwa hanya ulamalah dari sekian banyak umat
manusia yang takut kepada Allah. Mengapa hanya ulama? Sebab merekalah yang
mengetahui bahwa hakikat ilmu itu sebenarnya berasal dari Allah.
Bagaimana
pandangan Islam tentang ekonomi?
Segala bentuk transaksi, yang berkaitan dengan produksi,
distribusi, dan pemasaran barang dan jasa yang mendatangkan keuntungan
finansial itu, merupakan kegiatan ekonomi. Menurut AM Saefudin (1997) ada enam
pokok perekonomian.
1.
Barang dan jasa yang diproduksi.
2.
Sistem produksi yang akan digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa tersebut.
3.
Sistem distribusi yang berlaku di antara para
pelaku ekonomi.
4.
Efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor
produksi.
5.
Antisipasi terhadap fluktuasi pasar, mulai
dari inflasi, resesi, depresi dan lain-lain.
6.
Ikhtiar manajemen produksi dan distribusi
agar efisien.
Prinsip
ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip ekonomi Islam. Ekonomi konvensional
berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya.” Prinsip ekonomi tersebut dipergunakan oleh pedagang dan
pengusaha semata-mata untuk mencari keuntungan. Dengan modal seadanya, pedagang
dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan sebesar-besarnya; atau dengan alat
sekecil-kecilnya, pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan secara
maksimal.
Dalam
Islam, ekonomi ialah berkorban secara tidak kikir dan tidak boros dalam rangka
mendapatkan keutungan yang layak. Dengan demikian, pengorbanan tidak boleh
sekecil-kecilnya ataupun tertentu saja, melainkan pengorbanan yang tepat harus
sesuai dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi dapat
terjamin. Demikian pula, keuntungan tidak perlu dikejar sebesar-besarnya dan
tidak perlu melewati batas. Jadi, keuntungan monopoli dilarang dalam Islam.
Oleh
Mengapa sistem ekonomi dunia sekarang ini cenderung liberal? Memang sistem ekonomi dunia ada yang berkiblat ke sosialis dan ada yang berkiblat ke liberalis yang melahirkan sistem kapitalis. Sistem ekonomi Islam tidak kapitalis tetapi juga tidak sosialis. Islam mempunyai sistem tersendiri yang berbeda dari kedua system
3. Islam dalam Politik
Bagaimana
pandangan Islam tentang politik?
Politik
yang dalam Islam disebut siyāsah,
merupakan bagian integral (tak terpisahkan) dari fikih Islam. Salah satu objek
kajian fikih Islam adalah siyāsah atau disebut fikih politik. Fikih politik
secara global membahas masalah-masalah ketatanegaraan (siyāsah dusturiyyah),
hukum internasional (siyāsah dauliyyah), dan hukum yang mengatur politik keuangan negara (siyāsah māliyyah).
4. Islam dalam Pendidikan
Bagaimana pandangan Islam tentang pendidikan? Mari kita
menelaah sejarah pendidikan Nabi Muhammad. Muncul pertanyaan, Siapakah yang
mendidik Nabi Muhammad? Menyangkut soal ini nabi sendiri pernah bersabda dalam
hadisnya, “Tuhanku telah mendidik aku, dan Tuhanku memberikan pendidikan dengan
cara yang amat baik kepadaku”.
Tujuan pendidikan dikatakan berhasil manakala proses
pendidikan dilakukan dengan cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga
ranah yang ada dalam diri manusia yaitu akal, hati, dan jasmani. Menurut Ibnu
Sina manusia terdiri dari dua unsur. Pertama, al-jism artinya jasmani manusia.
Dalam bahasan sebelumnya disebut manusia sebagai makhluk biologis atau dapat
disebut makhluk jasmani. Kedua an-nafs. An-nafs mempunyai dua daya, yaitu daya
untuk berpikir namanya al-‟aql, berpusat di kepala, dan daya untuk merasa
namanya al-Qalb, berpusat di hati. Pendidikan yang benar harus menyentuh ketiga
aspek tersebut sehingga muncullah istilah at-Tarbiyah al-„Aqliyyah melahirkan
kecerdasan intelektual, at-Tarbiyyah al-Qalbiyyah (pendidikan hati) melahirkan
kecerdasan spiritual dan emosional, dan at-Tarbiyah al-Jasmaniyah artinya
pendidikan jasmani melahirkan kesehatan jasmani. Dalam pribahasa bahasa Arab
disebutkan bahwa “Akal yang sehat terdapat dalam jasmani yang sehat”.
Pernyataan tersebut menunjukkan betapa ketiga aspek tersebut saling mendukung
dan saling melengkapi, tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Pendidikan harus
menyentuh tiga ranah tersebut yakni akal, hati dan fisik.
.
2.2. Mengapa Diperlukan Perspektif Islam dalam Implementasi
Iptek, Ekonomi, Politik, Sosial- Budaya
dan Pendidikan?
Dalam kacamata
Islam sumber ilmu itu terbagi dua. Pertama, ayat-ayat qur`aniyah. Dari sumber
yang pertama ini munculah berbagai disiplin ilmu, misalnya, teologi,
mistisisme, ilmu hukum, politik, ekonomi, perdata, pidana dan lainya. Ayat-ayat
qur`aniyah adalah wahyu Tuhan yang Allah berikan kepada Rasulullah, termaktub
dalam musḫaf untuk kemaslahatan umat manusia.
Dalam tataran
epistemologi seni tidak bebas nilai sebab seni hakikatnya adalah ekspresi jiwa
yang suci. Kesucian jiwa menghasilkan karya seni yang jernih, suci, dan indah.
Adapun hati yang kotor melahirkan ekspresi seni yang kotor pula, jorok, dan
tidak beradab. Secara aksiologi seni identik dengan tekonologi yaitu tidak
bebas nilai. Artinya, seni bukan untuk seni. Seni adalah keindahan, kesucian,
dan sarana untuk kembali kepada Tuhan. Jika Anda terpesona melihat indahnya
karya seni, atau mendengar merdunya seni baca Al-Quran, serta merta keluarlah
dari mulut Anda ucapan “SubḫāllāhTabārakallāhu Aḫsanal Khāliqīn”. Artinya,
„Mahasuci Allah, Mahaberkah Allah, Allah sebaik-baik pencipta.’’
Dalam masalah
politik, perlu Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
memang bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sungguhpun
demikian, negara menjamin penduduknya untuk memeluk suatu agama dan
melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. NKRI adalah negara
demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusionalnya. Sistem demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Berbicara pendidikan, berarti berbicara arah kemajuan bangsa ini pada
masa mendatang. Jika landasan pendidikan kita tidak sesuai dengan arah dasar
bangsa ini, maka berarti membiarkan pada masa depan akan terjadi pengkhianatan
terhadap konstitusi. Oleh sebab itu, landasan dan arah pendidikan kita tidak
boleh lepas dari nilai ilahiah karena ia merupakan amanat undang-undang dan
wujud denyut nadi dan nafas bangsa Indonesia yang sangat religius.
2.3. Menggali
Sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofi tentang Konsep Islam mengenai Iptek,
Politik, Sosial-budaya, dan Pendidikan
Kemajuan dalam pendidikan dan penguasaan Iptek berimplikasi terhadap
kemajuan politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini secara historis dapat Anda lacak
ketika dunia Islam unggul dalam Iptek. Pada masa keemasan Islam, kekuasaan
politik umat Islam semakin luas dengan ekspansinya ke pelbagai wilayah dan
penguasaan dalam politik ini membawa kemajuan dalam kehidupan ekonomi umat
Islam saat itu. Kesejahteraan yang merata juga mendorong kemajuan umat Islam
dalam penguasaan Iptek. Akibatnya, dunia Islam menjadi sangat kuat secara
politik dan ekonomi yang didasari penguasaan terhadap Iptek secara sempurna
pada saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi pada masa kekuasaan Dinasti
Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria (dan kemudian berkembang pula di
Spanyol) serta zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad,
Irak.
Dalam realitas sekarang, Anda dapat menyaksikan, bangsa- bangsa muslim
tertinggal dalam Iptek sehingga yang menguasai dunia secara ekonomi, politik,
dan budaya adalah bukan bangsa muslim. Mereka maju karena menguasai Iptek,
walaupun sebagian besar mereka tidak beriman.
2.4. Membangun
Argumen tentang Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi
Modern mengandung arti
“maju” dan “berkemajuan” dalam
segala aspek kehidupan: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
lain-lain. Modern adalah perubahan sikap dan pandangan dari tradisional ke
rasional, dari primordial ke logis dan nalar. Modernisasi merupakan proses
terjadinya pemoderenan untuk kemajuan dalam segala bidang kehidupan melalui
akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi telah mengubah
wajah dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi serba cepat,
dari yang tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar.
2.5. Mendeskripsikan
Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan
Modernisasi
Perlu untuk disadari bahwa
modernisasi akibat kemajuan Iptek telah mengubah pola pikir, pola pergaulan,
dan pola kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam memproduksi barang dan
jasa di satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang
diperlukan masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap wujudnya
stratifikasi sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja
atau buruh. Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah
ketika berhadapan dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini
sering kali menjadi pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin.
Kemajuan dalam bidang
teknologi-komunikasi, misalnya, telah mengubah pola hidup masyarakat dalam
segala aspeknya termasuk pola keberagamaannya. Perilaku keagamaan masyarakat,
yang semula menganggap bahwa silaturahmi penting dan harus bertatap muka,
bersua bertemu, dan berhadapan secara fisik, berubah menjadi silaturahmi cukup
hanya melalui mendengar suara lewat telepon, sms, facebook, atau twitter. Gelombang
informasi ini sangat deras dan pengaruhnya begitu terasa dalam segala aspek
kehidupan manusia. Gelombang informasi telah menandai lahirnya generasi baru
dalam masyarakat.
Secara riil Islam harus menjadi
solusi dalam menghadapi dampak kemajuan industrialisasi dan derasnya gelombang
komunikasi dan informasi. Islam memang agama yang secara potensial memiliki
kemampuan menghadapi semua itu. Islam yang kafah memiliki doktrin yang jelas
dalam teologis dan dalam waktu yang bersamaan Islam memiliki fleksibilitas
hukum dalam mengembangkan dan memahami persoalan-persoalan masa kini. Peristiwa
hukum, misalnya, harus dilihat secara kontekstual dan tidak secara tekstual.
Islam dipahami secara rasional tidak sekedar dogma.
Menurut Kuntowijoyo, ada lima
program reinterpretasi untuk memerankan kembali misi rasional dan empiris Islam
yang bisa dilaksanakan saat ini dalam rangka menghadapi modernisasi.
Program pertama adalah perlunya
dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih daripada penafsiran individual
ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam Al-Quran.
Program kedua adalah mengubah
cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif. Tujuan dilakukannya
reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam pada
cita-cita objektif. Kuntowijoyo memberikan contoh ketentuan zakat. Secara
subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk pembersihan jiwa kita. Akan
tetapi, sisi objektif tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan sosial.
Program ketiga adalah mengubah
Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini, kita cenderung lebih
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level normatif dan kurang memperhatikan
adanya kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma itu menjadi kerangka teori
ilmu.
Program keempat adalah mengubah
pemahaman yang ahistoris menjadi historis. Selama ini pemahaman kita mengenai
kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran cenderung sangat bersifat ahistoris,
padahal maksud Al-Quran menceritakan kisah-kisah itu adalah justru agar kita
berpikir historis.
Program kelima adalah merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris. Misalnya, Allah mengecam sirkulasi keuntungan hanya di sekitar orang- orang kaya saja. Secara spesifik, sebenarnya Islam mengecam monopoli dan oligopoli dalam kehidupan ekonomi-politik.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Modernitas yang
melanda dunia Islam, dengan segala efek positif-negatifnya,menjadi tantangan
yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisiketerpurukannya. Umat Islam
dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan seagala potensinya untuk menyelesaikan
permasalahannya. Tajdid sebagai upaya menjaga danmelsetarikan ajaranIslam
menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal olehumat Islam. Upaya tajdid
harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski memerlukancost yang besar. Sejalan
dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat yang materialistis dan
sekularis, maka nilai yang bersumberkan agama belum diupaya kansecara optimal. Agama
dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan denganaspek
pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai agama hanyamenjadi salah
satubagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan.
3.2. Saran
Dalam mempelajari makalah ini, diharapkan tidak hanya sekedar diketahui
namun benar-benar dipahami dan menjadi pegangan bagi para mahasiswa mahasiswi
agardapat menerapkan menjalankan sesuai syariat islam dalam Menghadapi
Tantangan Modernisasi.
Selanjutnya, penulis menyadari kekurangan dari makalah ini sehingga
diharapkanadanya masukan berupa kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan pembuatan makalah ini dan bermanfaat khususnya untuk penulis dan
umumnyauntuk pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Izutsu, Toshihiko, 2003, Konsep-konsep Etika Religius dalam Al-
Quran.(Penerjemah AE. Priyono dkk). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Abdul Qadir, al-Jilani Syaikh. Tanpa
tahun. Sirr al-Asraar wa Muzhir al-
Anwaar fima Yahtaju ilaihi al-Abraa., Kairo: Maktabah Um al- Qur‟an.
. As-Sya‟rani, Abdul Wahhab.
Tanpa tahun. Al-Anwaar al-Qudsiyyah fi
Ma‟rifat Qawa‟id as-Suufiyyah. Kairo: Daar
Jawaami al-Kalim.
No comments:
Post a Comment