Wednesday 25 November 2020

Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi?

Makalah Agama Islam

Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi?



KATA PENGANTAR

 

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat,karunia serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah tentang “BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI?”.

Harapan kami, makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kepada pembaca dan yang terpenting yaitu kepada Kami sendiri mengenai “BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI”. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna.Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi perbaikanmakalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpasaran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan mohon kritikan dan sarannya yang membangun.

 

                                                                                    Makassar, 16 November 2020

                                                                                   

 

 

                                                                                    Kelompok 8


 

Daftar Isi

I.          PENDAHULUAN

1.      Halaman Judul / Sampul ........................................................................... i

2.      Kata Pengantar ........................................................................................ ii

3.      Daftar Isi ................................................................................................. iii

II.       BAB I

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3.Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

2.1. Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan Penddikan    3

2.2. Perspektif Islam........................................................................................ 6

2.3.  Sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofi tentang Konsep Islam ........... 7

2.4. Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi........................................ 7

2.5. Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam pada Globalisasi                           8

BAB III PENUTUP..................................................................................... 10

3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 10

3.2. Saran ..................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 11


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sangat urgen bagi kehidupan umat manusia. Tanpa menguasai Iptek manusia akan tetap dalam lumpur kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadap Iptek dapat mengubah eksistensi manusia dari yang semula manusia sebagai „abdullah saja menjadi khalīfatullāh. Oleh karena itu, Islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi adalah wajib. Anda sudah mengalami sendiri betapa besar manfaat Iptek bagi kehidupan Anda sebagai mahasiswa. Tanpa menguasai Iptek, umat manusia akan mengalami banyak hambatan dan kesulitan dalam menjalani kehidupan di jagat ini.

Pada zaman modern, seperti sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justru diukur dari penguasaan bangsa itu terhadap Iptek. Jika suatu bangsa itu mampu menguasai IPTEK, maka bangsa tersebut dikategorikansebagai bangsa yang maju, Sebaliknya, jika suatu bangsa itu tertinggal dalam penguasaan Iptek, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau biasa disebut bangsa tertinggal atau disebut bangsa berkembang. Supaya bangsa Indonesia masuk ke dalam kelompok bangsa yang maju, maka Anda sebagai mahasiswa wajib berusaha sekuat tenaga untuk menguasai Iptek dan mengejawantahkan Iptek untuk kemaslahatan umat manusia.

1.2. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana memahami Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan Penddikan?

2.      Mengapa diperlukan perspektif Islam dalam mplementasi Iptek, Ekonomi, Politik, Sosial- Budaya dan Pendidikan?

3.      Bagimana sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofi tentang onsep Islam mengenai Iptek, Politik, Sosial-budaya, dan Pendidikan

4.      Bagaimana membangun Argumen tentang Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi

5.      Bagaimana mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi

1.3. Tujuan

1.      Memahami Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan Penddikan

2.      Mengetahui perspektif Islam dalam mplementasi Iptek, Ekonomi, Politik, Sosial- Budaya dan Pendidikan

3.      Mengetahui sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofi tentang onsep Islam mengenai Iptek, Politik, Sosial-budaya, dan Pendidikan

4.      Mengetahui Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi

5.      Mengetahuo Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi


6

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan Penddikan

1.      Konsep Islam dalam IPTEK

Kata ilmu diambil dari bahasa Arab „alima-ya‟lamu-„ilman artinya “mengetahui, pengetahuan‟. Secara etimologis „ilmun artinya “jelas, terang, baik proses perolehannya maupun objek kajiannya”. Kata „ilmun dalam Al- Quran diungkap sebanyak 854 kali. Kata ini digunakan untuk mengetahui objek pengetahuan dan proses untuk mendapatkannya sehingga diperoleh suatu kejelasan. Pengetahuan (knowledge) diperoleh manusia dengan cara memberdayakan pancaindra terhadap segala objek

Dengan demikian, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra dan hati (al-qalb). Adapun ilmu dalam arti sains (science) atau ilmu pengetahuan atau disebut juga pengetahuan ilmiah (al-„ilmu wa al-ma‟rifah) adalah suatu sistem pengetahuan menyangkut suatu bidang pengalaman tertentu dan disusun sedemikian rupa dengan metodologi tertentu (ilmiah) sehingga menjadi satu kesatuan (sistem). Masing-masing sistem diperoleh sebagai hasil penyelidikan dan pengkajian yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu (metode ilmiah).

Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dan disiplin ilmu lainnya. Semua disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi Allah. Demikian juga, mulialah orang yang mempelajari, menguasai, dan mengembangkannya. Orang yang menguasai disiplin ilmu disebut „ālim (jamak: „ulamā`). Allah menyatakan dalam firman–Nya bahwa hanya ulamalah dari sekian banyak umat manusia yang takut kepada Allah. Mengapa hanya ulama? Sebab merekalah yang mengetahui bahwa hakikat ilmu itu sebenarnya berasal dari Allah.

 2.      Islam dalam Ekonomi

Bagaimana pandangan Islam tentang ekonomi?

Segala bentuk transaksi, yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pemasaran barang dan jasa yang mendatangkan keuntungan finansial itu, merupakan kegiatan ekonomi. Menurut AM Saefudin (1997) ada enam pokok perekonomian.

1.      Barang dan jasa yang diproduksi.

2.      Sistem produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut.

3.      Sistem distribusi yang berlaku di antara para pelaku ekonomi.

4.      Efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi.

5.      Antisipasi terhadap fluktuasi pasar, mulai dari inflasi, resesi, depresi dan lain-lain.

6.      Ikhtiar manajemen produksi dan distribusi agar efisien.

Prinsip ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip ekonomi Islam. Ekonomi konvensional berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.” Prinsip ekonomi tersebut dipergunakan oleh pedagang dan pengusaha semata-mata untuk mencari keuntungan. Dengan modal seadanya, pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan sebesar-besarnya; atau dengan alat sekecil-kecilnya, pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan secara maksimal.

Dalam Islam, ekonomi ialah berkorban secara tidak kikir dan tidak boros dalam rangka mendapatkan keutungan yang layak. Dengan demikian, pengorbanan tidak boleh sekecil-kecilnya ataupun tertentu saja, melainkan pengorbanan yang tepat harus sesuai dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi dapat terjamin. Demikian pula, keuntungan tidak perlu dikejar sebesar-besarnya dan tidak perlu melewati batas. Jadi, keuntungan monopoli dilarang dalam Islam. Oleh

Mengapa sistem ekonomi dunia sekarang ini cenderung liberal? Memang sistem ekonomi dunia ada yang berkiblat ke sosialis dan ada yang berkiblat ke liberalis yang melahirkan sistem kapitalis. Sistem ekonomi Islam tidak kapitalis tetapi juga tidak sosialis. Islam mempunyai sistem tersendiri yang berbeda dari kedua system

3.      Islam dalam Politik

Bagaimana pandangan Islam tentang politik?

Politik yang dalam  Islam disebut siyāsah, merupakan bagian integral (tak terpisahkan) dari fikih Islam. Salah satu objek kajian fikih Islam adalah siyāsah atau disebut fikih politik. Fikih politik secara global membahas masalah-masalah ketatanegaraan (siyāsah dusturiyyah), hukum internasional (siyāsah dauliyyah), dan hukum yang mengatur  politik keuangan negara (siyāsah māliyyah).

4.      Islam dalam Pendidikan

Bagaimana pandangan Islam tentang pendidikan? Mari kita menelaah sejarah pendidikan Nabi Muhammad. Muncul pertanyaan, Siapakah yang mendidik Nabi Muhammad? Menyangkut soal ini nabi sendiri pernah bersabda dalam hadisnya, “Tuhanku telah mendidik aku, dan Tuhanku memberikan pendidikan dengan cara yang amat baik kepadaku”.

            Tujuan pendidikan dikatakan berhasil manakala proses pendidikan dilakukan dengan cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga ranah yang ada dalam diri manusia yaitu akal, hati, dan jasmani. Menurut Ibnu Sina manusia terdiri dari dua unsur. Pertama, al-jism artinya jasmani manusia. Dalam bahasan sebelumnya disebut manusia sebagai makhluk biologis atau dapat disebut makhluk jasmani. Kedua an-nafs. An-nafs mempunyai dua daya, yaitu daya untuk berpikir namanya al-‟aql, berpusat di kepala, dan daya untuk merasa namanya al-Qalb, berpusat di hati. Pendidikan yang benar harus menyentuh ketiga aspek tersebut sehingga muncullah istilah at-Tarbiyah al-„Aqliyyah melahirkan kecerdasan intelektual, at-Tarbiyyah al-Qalbiyyah (pendidikan hati) melahirkan kecerdasan spiritual dan emosional, dan at-Tarbiyah al-Jasmaniyah artinya pendidikan jasmani melahirkan kesehatan jasmani. Dalam pribahasa bahasa Arab disebutkan bahwa “Akal yang sehat terdapat dalam jasmani yang sehat”. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa ketiga aspek tersebut saling mendukung dan saling melengkapi, tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Pendidikan harus menyentuh tiga ranah tersebut yakni akal, hati dan fisik.

.

 

2.2. Mengapa Diperlukan Perspektif Islam dalam Implementasi Iptek,  Ekonomi, Politik, Sosial- Budaya dan Pendidikan?

Dalam kacamata Islam sumber ilmu itu terbagi dua. Pertama, ayat-ayat qur`aniyah. Dari sumber yang pertama ini munculah berbagai disiplin ilmu, misalnya, teologi, mistisisme, ilmu hukum, politik, ekonomi, perdata, pidana dan lainya. Ayat-ayat qur`aniyah adalah wahyu Tuhan yang Allah berikan kepada Rasulullah, termaktub dalam musḫaf untuk kemaslahatan umat manusia.

Dalam tataran epistemologi seni tidak bebas nilai sebab seni hakikatnya adalah ekspresi jiwa yang suci. Kesucian jiwa menghasilkan karya seni yang jernih, suci, dan indah. Adapun hati yang kotor melahirkan ekspresi seni yang kotor pula, jorok, dan tidak beradab. Secara aksiologi seni identik dengan tekonologi yaitu tidak bebas nilai. Artinya, seni bukan untuk seni. Seni adalah keindahan, kesucian, dan sarana untuk kembali kepada Tuhan. Jika Anda terpesona melihat indahnya karya seni, atau mendengar merdunya seni baca Al-Quran, serta merta keluarlah dari mulut Anda ucapan “SubḫāllāhTabārakallāhu Aḫsanal Khāliqīn”. Artinya, „Mahasuci Allah, Mahaberkah Allah, Allah sebaik-baik pencipta.’’

 Dalam masalah politik, perlu Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sungguhpun demikian, negara menjamin penduduknya untuk memeluk suatu agama dan melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. NKRI adalah negara demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Sistem demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berbicara pendidikan, berarti berbicara arah kemajuan bangsa ini pada masa mendatang. Jika landasan pendidikan kita tidak sesuai dengan arah dasar bangsa ini, maka berarti membiarkan pada masa depan akan terjadi pengkhianatan terhadap konstitusi. Oleh sebab itu, landasan dan arah pendidikan kita tidak boleh lepas dari nilai ilahiah karena ia merupakan amanat undang-undang dan wujud denyut nadi dan nafas bangsa Indonesia yang sangat religius.

2.3. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofi tentang Konsep Islam mengenai Iptek, Politik, Sosial-budaya, dan Pendidikan

Kemajuan dalam pendidikan dan penguasaan Iptek berimplikasi terhadap kemajuan politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini secara historis dapat Anda lacak ketika dunia Islam unggul dalam Iptek. Pada masa keemasan Islam, kekuasaan politik umat Islam semakin luas dengan ekspansinya ke pelbagai wilayah dan penguasaan dalam politik ini membawa kemajuan dalam kehidupan ekonomi umat Islam saat itu. Kesejahteraan yang merata juga mendorong kemajuan umat Islam dalam penguasaan Iptek. Akibatnya, dunia Islam menjadi sangat kuat secara politik dan ekonomi yang didasari penguasaan terhadap Iptek secara sempurna pada saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria (dan kemudian berkembang pula di Spanyol) serta zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, Irak.

Dalam realitas sekarang, Anda dapat menyaksikan, bangsa- bangsa muslim tertinggal dalam Iptek sehingga yang menguasai dunia secara ekonomi, politik, dan budaya adalah bukan bangsa muslim. Mereka maju karena menguasai Iptek, walaupun sebagian besar mereka tidak beriman.

2.4. Membangun Argumen tentang Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi

Modern   mengandung   arti   “maju”   dan “berkemajuan” dalam segala aspek kehidupan: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap dan pandangan dari tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar. Modernisasi merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuan dalam segala bidang kehidupan melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi telah mengubah wajah dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi serba cepat, dari yang tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar.

 

2.5. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi

Perlu untuk disadari bahwa modernisasi akibat kemajuan Iptek telah mengubah pola pikir, pola pergaulan, dan pola kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam memproduksi barang dan jasa di satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang diperlukan masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap wujudnya stratifikasi sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja atau buruh. Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah ketika berhadapan dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini sering kali menjadi pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Kemajuan dalam bidang teknologi-komunikasi, misalnya, telah mengubah pola hidup masyarakat dalam segala aspeknya termasuk pola keberagamaannya. Perilaku keagamaan masyarakat, yang semula menganggap bahwa silaturahmi penting dan harus bertatap muka, bersua bertemu, dan berhadapan secara fisik, berubah menjadi silaturahmi cukup hanya melalui mendengar suara lewat telepon, sms, facebook, atau twitter. Gelombang informasi ini sangat deras dan pengaruhnya begitu terasa dalam segala aspek kehidupan manusia. Gelombang informasi telah menandai lahirnya generasi baru dalam masyarakat.

 

Secara riil Islam harus menjadi solusi dalam menghadapi dampak kemajuan industrialisasi dan derasnya gelombang komunikasi dan informasi. Islam memang agama yang secara potensial memiliki kemampuan menghadapi semua itu. Islam yang kafah memiliki doktrin yang jelas dalam teologis dan dalam waktu yang bersamaan Islam memiliki fleksibilitas hukum dalam mengembangkan dan memahami persoalan-persoalan masa kini. Peristiwa hukum, misalnya, harus dilihat secara kontekstual dan tidak secara tekstual. Islam dipahami secara rasional tidak sekedar dogma.

Menurut Kuntowijoyo, ada lima program reinterpretasi untuk memerankan kembali misi rasional dan empiris Islam yang bisa dilaksanakan saat ini dalam rangka menghadapi modernisasi.

Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam Al-Quran.

Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif. Tujuan dilakukannya reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam pada cita-cita objektif. Kuntowijoyo memberikan contoh ketentuan zakat. Secara subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk pembersihan jiwa kita. Akan tetapi, sisi objektif tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan sosial.

Program ketiga adalah mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini, kita cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level normatif dan kurang memperhatikan adanya kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma itu menjadi kerangka teori ilmu.

Program keempat adalah mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis. Selama ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran cenderung sangat bersifat ahistoris, padahal maksud Al-Quran menceritakan kisah-kisah itu adalah justru agar kita berpikir historis.

Program kelima adalah merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris. Misalnya, Allah mengecam sirkulasi keuntungan hanya di sekitar orang- orang kaya saja. Secara spesifik, sebenarnya Islam mengecam monopoli dan oligopoli dalam kehidupan ekonomi-politik.

BAB III

PENUTUP

3.1.   Kesimpulan

Modernitas yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif-negatifnya,menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisiketerpurukannya. Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan seagala potensinya untuk menyelesaikan permasalahannya. Tajdid sebagai upaya menjaga danmelsetarikan ajaranIslam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal olehumat Islam. Upaya tajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski memerlukancost yang besar. Sejalan dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat yang materialistis dan sekularis, maka nilai yang bersumberkan agama belum diupaya kansecara optimal. Agama dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan denganaspek pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai agama hanyamenjadi salah satubagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan.

3.2.  Saran

Dalam mempelajari makalah ini, diharapkan tidak hanya sekedar diketahui namun benar-benar dipahami dan menjadi pegangan bagi para mahasiswa mahasiswi agardapat menerapkan menjalankan sesuai syariat islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi.

Selanjutnya, penulis menyadari kekurangan dari makalah ini sehingga diharapkanadanya masukan berupa kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan pembuatan makalah ini dan bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnyauntuk pembaca

 

DAFTAR PUSTAKA

Izutsu, Toshihiko, 2003, Konsep-konsep Etika Religius dalam Al- Quran.(Penerjemah AE. Priyono dkk). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Abdul Qadir, al-Jilani Syaikh. Tanpa tahun. Sirr al-Asraar wa Muzhir al- Anwaar fima Yahtaju ilaihi al-Abraa., Kairo: Maktabah Um al- Qur‟an.

. As-Sya‟rani, Abdul Wahhab. Tanpa tahun. Al-Anwaar al-Qudsiyyah fi

Ma‟rifat Qawa‟id as-Suufiyyah. Kairo: Daar Jawaami al-Kalim.

No comments:

Post a Comment